Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan Hormat,
Rekan Jurnalis Media
Di-Indonesia
Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII telah melakukan kegiatan diskusi publik dengan tema “Membaca Arah Politik Indonesia di Era Prabowo”. Diskusi ini diselenggarakan untuk merespon situasi politik pasca transisi kekuasaan, di mana arah demokrasi dan reformasi kembali menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Selama diskusi, kami mencatat beberapa poin penting berikut ini:
- Para pembicara sepakat bahwa era reformasi telah usai. Indonesia memasuki fase post-reformasi atau bahkan “Orde Baru 2.0”. Demokrasi yang diharapkan makin berkembang dan maju justru mundur, digantikan dengan logika oligarki yang kian kuat.
- Oligarki dipahami bukan sekadar pengusaha kaya, melainkan aliansi politisi, birokrat, dan pengusaha besar yang menguasai sumber daya publik untuk kepentingan pribadi. Reformasi hanya mendesentralisasi oligarki, melahirkan faksi-faksi lokal. Prabowo dinilai sedang berusaha meresentralisasi oligarki di tingkat nasional.
- Tidak ada partai politik yang benar-benar punya ideologi dan program jelas. Proyek-proyek negara (IKN, PSN, MBG, hilirisasi nikel) lebih merupakan sarana patronase politik daripada perencanaan pembangunan teknokratis.
- Mahasiswa dianggap tidak lagi menjadi motor kritisisme. Mereka dialihkan fokusnya ke IPK tinggi, masa studi singkat, dan orientasi ekonomi (startup, bisnis). Organisasi mahasiswa cenderung menjadi perpanjangan partai politik, sehingga justru melanggengkan patronase oligarki.
- Ilmu sosial yang seharusnya menjadi firewall demokrasi justru dianaktirikan, dinilai dengan standar eksakta, dan dikurangi perannya dalam ruang publik. Padahal pelemahan ilmu sosial sama dengan melemahkan benteng demokrasi.
- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai terburu-buru, tidak jelas perencanaannya, rawan korupsi, dan menjadi instrumen patronase politik. Hilirisasi nikel serta industrialisasi SDA dianggap hanya menguntungkan pihak asing (khususnya Tiongkok), merusak lingkungan, tanpa transfer teknologi yang dijanjikan.
Terhadap catatan di atas, PSAD UII menyatakan perlunya langkah-langkah strategis:
- Mengakui secara jujur bahwa Indonesia telah masuk fase post-reformasi, sehingga strategi demokrasi dan civil society perlu disesuaikan dengan konteks baru.
- Mendorong agar publik lebih kritis dalam membaca proyek-proyek negara, tidak hanya melihat jargon pembangunan tetapi memahami kepentingan oligarki di baliknya.
- Memulihkan peran gerakan mahasiswa sebagai kekuatan moral dan sosial yang berdiri di samping rakyat, bukan sekadar mengejar prestasi akademik atau menjadi perpanjangan partai politik.
- Menguatkan kembali ilmu sosial dan peran kampus sebagai benteng demokrasi yang mampu mengimbangi laju konsolidasi negara.
- Menuntut transparansi dalam kebijakan strategis (MBG, hilirisasi, PSN, IKN), serta menolak praktik patronase yang merugikan masyarakat dan lingkungan.
Di atas semua itu, peran masyarakat sipil menjadi sangat mendesak. Tanpa partisipasi publik yang kuat, demokrasi akan semakin rapuh di hadapan oligarki yang terkonsolidasi.
Yogyakarta, 9 Oktober 2025
Mewakili PSAD UII
CP: Despan Heryansyah, Peneliti PSAD dan Dosen Fakultas Hukum UII (0819-9715-1513)